NASKAH DRAMA “PREH”

TEATER R A S [ RUKUN AGAWE SANTOSO ]

MEMPERSEMBAHKAN ;
Preh
Karya ; Asma Nadia
Sutradara ; ARIF HARTONO
Artistik ; C. Bobby
Para pemain ;  INA Sebagai Mak
SARI Sebagai Bibah
TRI Sebagai Limah
SUSILO Sebagai Zein
Sebagai Seseorang 1
Sebagai Seseorang 2
Sebagai Seseorang 3
Sebagai Seseorang 4
Sebagai Anak Muda
Sebagai Lelaki Setengah Baya
Sebagai Pencuri 1
Sebagai Pencuri 2
Sebagai Pencuri 3

TOKOH-TOKOH

Mak [ 50 tahun ]
Mak perempuan aceh yang di tinggalkan suaminya lima tahun. Mak sosok perempuan yang jarang bicara, tampak berprinsip. Wajahnya yang lembut penuh kesedihan. Mak terusd bertekad mengenang cuthbang.

Bibah [ 28 tahun ]
Anak kedua mak. Wataknya keras, tempramental dan impulsive, cuek, ceroboh dan terburu-buru. Sebelum kejadian tsunami, bibsh sudah merencanakan pernikahannya bersama nurdin. Setelah musibah bibah berharap bisa bertemu kembali dengan tunangannya yang kini tinggal di salah satu tenda pengungsian. Diam-diam bibah cemas nurdin akan membatalkan niatnya menikahi bibah, jika dia tidak cepat menyusul lelaki itu.

Limah [ 25 tahun ]
Anak bungsu mak. Limah wataknya sabar, perhatian. Sangat dekat dengan mak. Limah memutuskan tetap bersama mak, kembali ke gampong mereka, agar cutbang bisa menemukan mereka, jika sewaktu-waktu pulang. Kadang hatinya ragu untuk menunggu cutbang, tergoda ingin kembali mengajar di meunasah yang sekarang banyak di pengungsian, tapi dia berusaha mendahulukan kepentingan mak.

Zein [ 30 tahun ]
Aktivis LSM, sahabat cutbang yang secara rutin datang dan mengabarkan kabar yang di dengarnya tentang cutbang. Wataknya baik, perhatian, peragu [ sungkan ] sama perempuan. Diam-diam menaruh persaan pada limah. Itulah alasan lain kenapa zein rutin datang dan membawakan sedikit bantuan, dan mau bercapek-capek mencari cutbang. Meskipun dia sudah tak tinggal di gampong mereka lagi.

Seseorang 1
Seseorang 2
Seseorang 3
Seseorang 4
Anak muda
Laki – laki setengah baya
Pencuri

Tempat; Di sebuah rumah di gampong kajhu di aceh
Waktu ; Setelah tragedi tsunami. Siang, sore dan malam hari.

OPENING

PANGGUNG GELAP. SESEKALI ADA KILATAN CAHAYA. TERDENGAR
GEMURUH OMBAK, SUARA ANGIN YANG BERTIUP KERAS. LALU
TERDENGAR JERITAN ORANG-ORANG YANG KESAKITAN, PANIK, DAN
BERTERIAK MEMANGGIL-MANGGIL NAMA ORANG YANG MEREKA CINTAI. DI
SELA-SELA ITU, SESEKALI TERDENGAR JUGA TERIAKAN MENYEBUT NAMA
ALLAH, MAKIN LAMA SUARA ANGIN DAN GEMURUH OMBAK MAKIN KERAS
DAN MENENGELAMKAN SEMUA TERIAKAN.

Tak lama suara-suara gemuruh itu berlangsung hilang. Berganti engan suara
gerimis hujan. Beberapa saat kemudian suara gerimis hujan menghilang,
berganti dengan tetes-tetes air yang jatuh.

BABAK I

LAMPU FADE IN.

SUARA TETES-TETES HUJAN PERLAHAN MENGHILANG.
[LAMPU DIMULAI DARI AREA TOKOH MAK YANG SEDANG DUDUK DI
TUMPUKAN KAYU-KAYU,DI AREA PANGGUNG KIRI DEPAN, SAMPAI
KEMUDIAN MELEBAR KE AREA PERMAINAN YANG LAIN].

DI PANGGUNG BAGIAN TENGAH BELAKANG, TERLIHAT SEBUAH RUMAH
SEDERHANA. DI DEPAN RUMAH BAGIAN KANAN TERDAPAT SEBUAH
BANGKU PANJANG YANG SUDAH RUSAK, TAPI MASIH BISA DIGUNAKAN
UNTUK DUDUK-DUDUK.

MAK tampak duduk [di bagian kiri depan panggung] di atas tumpukan
potongan kayu yang di susun hingga menyerupai tempat duduk. Wajah MAK
telihat sedih, pandangannya lurus ke depan.

Dari dalam rumah terdengar teriakan pertengkaran Limah dan Bibah.

Limah ; Kakak tak bisa begitu. perlu waktu

Bibah ; Waktu ? Ini sudah dua minggu. Saya tak mengerti kenapa kita harus kembali ke sini. Padahal di tempat pengungsian, masih banyak yang bisa kita dapat kalau kita mau. Tempat ini sudah mati,Limah. Sudah mati! .

Limah ; tapi di sinilah Mak ingin menunggu. Bukan di pengungsian. Sabarlah kak. Sabar!

Bibah ; Saya bahkan tidak mengerti kenapa kita harus berlama-lama di sini. Itu sama saja menunggu keajaiban. Seharusnya kita keluar mencari kejelasan.

Limah ; mak lagi sedih, kakak kita semuapun sedih Megertilah sedikit.

Bibah ; lagi-lagi soal mak mak lagi…mak lagi! pening kepala saya!

Limah ; kakak jangan begitu, nanti mak dengar!

Bibah ; Kalau begitu sampaikan lah dengan caramu, bahwa saya tidak bisa terus menunggu, apalagi jika tak jelas sampai kapan harus menunggu.

Bibah kemudian muncul di pintu rumah dengan wajah kesal. Bibah lalu
menutup pintu, tapi pintu ternyata susah tertutup. Berkali-kali ditutup lagi, tapi
tetap tidak bisa. Terakhir bibah menyentak pintu kuat-kuat, lalu membiarkan
pintu itu setengah terbuka.

Bibah ; [ kesal ] pintu kurang ajar! Bahkan pintu pun tak mau sepakat dengan saya!

Bibah lalu berjalan bergegas ke arah kanan panggung. Limah muncul di pintu.

Limah ; kakak mau kemana?

Bibah ; Bibah berhenti dan menatap mak yang masih duduk termenung.
Cari udara segar. Pengap saya di sini.

Bibah dengan kesal berjalan lagi. Pada saat bersamaan muncul zein. Bibah berhenti dan memandang zein kesal.

Bibah ; Apa lihat-lihat?!

Bibah out stage.

Zein ;[memperhatikan bibah yang bergerak keluar, lalu menatap limah].
Assalamualaikom, limah. [ lalu kepada mak ] mak.

Mak bangkit dari duduknya dan menatap zein. Kesedihan di wajah mak
langsung hilang.

Limah ; waalaikum salam.

Zein cepat melangkah mendekati limah.

Zein ; limah….

Limah ; [ tidak sabar dan antusias ], apa kabar bang?

Zein ; [ ragu ] belum…belum ada kabar, limah.

Kepala mak tertunduk. Mak kembali duduk dan menatap kosong ke depan.
Zein buru-buru melanjutkan bicaranya.

Zein ; tapi saya akan cari terus, limah. Saya akan cari terus hingga kita memperoleh kejelasan. Sampai kapan pun. Masih ada beberapa tempat yang belum saya datangi, insya allah saya akan segera kesana.

Limah ; sudah lewat dua minggu. [ memandang mak ]. Saya kasihan melihat mak.

Zein ; mak sakit ? kalau perlu sesuatu bilang pada saya, limah. Mudah-mudahan bisa saya carikan

Limah ; mak tak sakit.Tapi setelah kejadian itu mak tak bicara apa pun. Sudah begitu kakak…

Zein ; kenapa dengan bibah? Saya lihat…dia baik-baik saja.

Limah ; dia tak sabar ingin meninggalkan kajhu. Mungkin ingin segera bertemu bang nurdin. Masih mengungsi di mata le dia?

Zein ; [ mengangguk ] sepertinya nurdin pun tak sabar ingin cepat bertemu bibah. Saya sempat mengajak nurdin ke sini, tapi dia bilang tak bisa. Tak tahu apa sebabnya.

Limah ; harusnya mereka sudah menikah. Bahkan keluarga kami dan keluarga bang nurdin sudah membuat beberapa persiapan, kasihan kakak.

Limah berjalan mendekati mak yang masih duduk dan menatap lurus ke
depan. Limah berdiri di samping mak. Sementara zein hanya
memperhatikan. Terdengar pelan suara musik lagu si bijeh mata [ Rafli
kande ].

LAMPU BLACK OUT.

BABAK II

DARI DALAM RUMAH TERDENGAR SUARA SEORANG PENYIAR RADIO, YANG
MEMBERITAKAN TENTANG SITUASI SETELAH BENCANA TSUNAMI YANG
MELANDAH ACEH DAN SUMATRA UTARA. SUARA PENYIAR SESEKALI
BERGANTI DENGAN SUARA KORBAN BENCANA YANG KEHILANGAN SANAK
SAUDARANYA.

LAMPU FADE IN.

Bibah dengan tergesa gesa muncul dipintu rumah dengan sebuah tas besar
ditangan, tangan yang lain mendekap beberapa pakaian yang belum sempat
dirapikan. Bibah tampak kerepotan menutup pintu rumah. Terakhir dibiarkan
saja terbuka. Bibah lalu meletakan baju baju dan tas tepat didepan bangkuh
panjang. Bibah duduk dibangku, tangannya sibuk memasukan baju satu demi
satu kedalam dengan tergesa.

Bibah ; bisa gila saya bila menungguh terus! orang harus berusaha merubah kebiasaan, bukannya diam. Apa tak lihat orang orang yang mengungsi?. Bahkan haji leman yang kaya, punya toko mas yang besar, dan kemana mana selalu berkendaraan, saya dengar rela tidur berhimpit himpit dengan banyak macam orang dipengungsian. Ini malah…heh…pokoknya saya tak bisa terus larut dalam kesedihan. Saya harus pergi!.

Limah muncul, menatap heran Bibah

Limah ; kakak… ?.

Bibah masuk kerumah dengan tergesa gesa. Sesaat Bibah keluar lagi, dengan
menenteng radio kecil, yang masih menyiarkan berita tentang bencana
tsunami. Bibah lalu menunjukan radio itu kepada Llimah yang masih berdiri
didepan pintu.

Bibah ; kamu dengar berita ini?. Na ka deunge?. Kita harus angkat kaki dari sini. Bukan cuma tak ada makanan, pakaian, dan semua yang semua kita butuhkan. Tapi sekarang sudah terjangkit wabah penyakit berbahaya.

Limah ; saya dengar. Tapi cutda mau kemana?

Bibah mematikan radio, lalu berjalan kebangku dan duduk. Bibah memasukan
radio itu bersama pakaian kedalam tas.

Bibah ; meu jak [ pergi ]. Ke mana saja. Yang penting keluar dari Kajhu ini kemarin saya dapat surat dari Bang Nurdin. Cut Intan yang membawanya.

Limah tampak gembira. Dia memdekati Bibah, lalu duduk disisinya.

Limah ; dia pulang juga akhirnya?. Tak betah dipengungsian?

Bibah menatap Limah, bibah lalu tertawa.

Bibah ; jak woe [ pulang ] ?. Siapa yang pulang?

Limah ; cut Intan. Tadi barusan cutda bilang dia bawakan surat dari Bang Nurdin. Satu pengungsian rupanya.

Bibah berdiri masih tertawa mengejek. Dia berjalan kekiri panggung,
tatapannnya jauh kedepan.

Bibah ; kajhu kita ka mate [ sudah mati ]. Gampong kita pun sebentar lagi berubah jadi tempat pembuangan puing puing sampah dari kota. Yang saya dengar banyak penduduk tak jadi balik karena tumpukan sampah sudah hampir mencapai kajhu. Lima ratus meter lagi! [ Bibah berbalik dan menghadap kearah Limah ]. Buka mulutmu!. cut Intan tu bukan pulang. Dia hanya kembali untuk mengemas barang barangnya yang tersisa, yang masih bisa diselamatkan. Kalaupun masih ada yang tinggal disini, itu hanya untuk sementara, bukan untuk berlama lama seperti kita.

Limah ; [ berdiri mendekati Bibah.] lalu?. Cut Intan pergi lagi?

Bibah ; ya!. ke Jakarta!. mau hidup apa kita disini? Mengandalkan belas kasihan Zein?. Iya kalu dia masih senang dengan kamu. Kalau tidak?

Limah ; bilang apa cutda?

Bibah ; [ iri ] jangan pura pura tak tahu. Kamu enak enak disini, bisa dekat dengan Zein. Ditengok terus. Pantas kamu tak mau pergi. Tak kamu pikirkan kakakmu ni

Limah ; [ marah ] jangan bilang begitu. Apa cutda tidak tahu saya juga sedih?. Bukan hanya soal cutbang. Cutda tahu Meunasah rata dengan tanah. Lebih buruk lagi saya tidak tahu nasib anak anak yang selama ini mengaji di Meunasah. Tidak terpikir oleh cutda, saya pun hancur. Sebab tidak tahu apa yang bisa saya lakukan lagi? [ putus asa ] Tapi mak… pikirkan mak!.

Bibah ; tapi mak tidak pernah peduli kepada saya.[ berjalan kekanan depan panggung membelakangi limah ]. Saya harus menyusul bang nurdin. Sebelum dia berubah pikiran. Bagaiman jika dia bertemu gadis lain. Bagaimana jika ia tidak mau menunggu dan pergi sendirian ke medan? lagi pula saya tidak bisa tetap disini adan terkena penyakit.

Limah ; [ mereda ] Bang Nurdin mau ke Medan?

Bibah ; [ bergerak mendekati bangku, tempat biasa mak duduk ] Limah, Cuma kamu anak perempuan kesayangannya. Mak selalu pilih kasih. Hanya kamu dan cutbang. Saya tidak pernah mendapat tempat dihati mak. Apa saya tidak secantik kamu?. Apa saya tak pernah menyenangkan hati mak?. Apa saya selalu tidak menuruti apa kata mak?. Apalagi setelah cutbang hilang, Cuma dia saja yang mak risaukan sekarang. Bahakan waktu ayah hilang lima tahun yang lalu dilaut, mak tak begini!.. seharusnya saya saja yang hilang, entah mati ditelan tsunami, atau masih hidup dimana tak sadarkan diri.

Limah ; cutda jangan bilang begitu.

Bibah ; itu kenyataan. Ada saya atau tidak, tak ada bedanya buat mak. Siapa yang tahu jika cutbang sengaja menghilang?. Meskipun dia sudah menjadi Amad Rhang Manyang, anak yang peduli pada kepentingannya sendiri,dan akhirnya melupakan ibu kandungnya!.

Limah ; [ mendekati bibah ] tapi cutbang bukan sengaja menghilang. Sejak dulu, Cuma kita yang dipikirkan cutbang. Dia tak pernah memikirkan dirinya sendiri. Cutbang berhenti sekolah, lalu bekerja, biar kita tak putus sekolah. Cutbang tak mau mendekati perempuan, belum menikahpun supaya tetap bisa mengurus kita. Bahkan kalau saja tidak menyelamatkan dan membawa kita kemesjid tempo hari, entah apa jadinya.

Bibah ; tapi kenapa setelah itu dia harus pergi?

Limah ; sebab cutbang tak bisa bersikap egois. Tenang tenang sendiri sementara arus masih deras. Mana bisa cutbang diam saja melihat orang tua dan anak anak terbawa air?.

Bibah bergerak kearah bangkuh dan mengambil tasnya.

Limah ; [ menyusul dibelakang Bibah ] cutda, saya pun terkadang putus asa. Tapi kalu mengingat ingat pengorbanan cutbang, rasanya saya tak pantas saya mengeluh. Tunggulah sebentarlagi, cutda. Sampai ada kabar.

Bibah ; [ berteriak dengan histeris ] PREH?. Sampai kapan?. Sampai…

Mendadak pintu terbuka. mak muncul. Bibah langsung terdiam. Mak berjalan
kebangku, tempat dia biasa duduk. Bibah dan Limah memperhatikan mak.
Mak lalu duduk.

Bibah ; [ Berusaha meredam suaranya ] menunggu sampai kapan?. Sampai kita jadi tua, mati dan dilupakan orang?.

Zein muncul, langkahnya cepat cepat menghampiri Limah dan Bibah. Ditangan
terdapat sebuah bungkusan.

Zein ; na kaba!. [ ada kabar !.]

Mak berdiri dan menatap zein. Limah mendekati zein. Sementara bibah hanya
duduk dan bersikap dingin melihat kedatangan zein.

Limah ; [ tak sabar ] kabar apa?. Da yang melihat cutbang?. Dimana?. Kapan?. Bagaimana ceritanya?.

Zein ; [ memberikan bungkusannya pada Limah ] tak seberapa jelas, Limah. Tapi kata teman yang di LSM, ada yang melihat abangmu di Takengon.

Limah ; cutbang? Di Takengon? Bagaimana kabarnya? Sehatkah cutbang?

Zein ; saya belum tahu pasti. Tapi dari sini akan saya kejar kabar itu ke Takengon. [ dengan antusias ]. Apa ada foto abangmu? Kalau ada fotonya, bisa kita iklankan juga disurat kabar.

Limah ; [ tampak kebingungan. Menatap bibah yang tetap bersikap acuh tak acuh. Lalu mengahadap zein lagi.] rasanya tak ada, bang. Semuanya hanyut terbawa air.

Zein ; tak apa. Sudah saya tempelkan juga berita tentang abang disetiap pos pos pengungsih yang saya lewati.

Mak berdiri dan berjalan kearah rumah. Zein dan Limah hanya memperhatikan
mak yang masuk kerumah.

Zein ; apa mak tak menyimpannya?

Limah ; saya tidak tahu. Jangankan menanyakan foto, menyebut nama cutbang saja, saya tak berani, takut mak semakin seudeh.

Zein dan Limah terdiam. Tak lama mak muncul lagi dipintu rumah dan
mendekati Limah.

Zein ; mak… mak jangan banyak pikiran. Saya akan cari terus sampai ketemu. Kalau mak butuh sesuatu, bilang saja. Biar zein yang mengusahakan.

Bibah ; [ melirik sinis, agak pelan ] cari muka terus.

Mak tersenyum. Lalu menyerahkan selembar foto pada Limah, lalu masuk
kedalam rumah.

Limah ; [ memperhatikan foto ditangannya. Terkejut. Lalu memperhatikan foto itu pada zein ] coba lihat! masih ada selembar fotonya. Ah…sayang, gambar ini tak begitu jelas sebab diambil beberapa tahun yang lalu, saat saudara kami yang tinggal di Jakarta berkunjung.

Sebuah lagu Aceh, yang berisi tentang sebuah kerinduan pada keluarga. Tapi
tak begitu jelas terdengar, karena mak menyanyikannya dengan cara
berguman. Hal itu membuat perhatian Limah beralih kearah rumah.

Zein ; [ mengambil foto dari tangan limah dan memperhatikannya ] ya. Memang tak begitu jelas. Tapi semoga bisa membantu.[ tersentum ]. Kamu cantik sekali difoto ini, Limah!.

Bibah ; [ menyindir ] makin pengab saja rasanya tempat ini.

Zein ; mak….maksud saya, kamu dan bibah lucu sekali. Dan soal foto ini, biar saya pegang dulu. Semoga saya bisa menemukan abangmu.

Bibah berdiri dan mengambil tasnya, seperti hendak pergi. Limah cepat cepat
memegang tas ditangan Bibah, dan menariknya dari tangan Bibah.

Limah ; cutda deunge! Masih ada harapan. Jangan pergi! kita tunggu dulu beberapa hari ini.

Bibah mengambil tas dari tangan limah, wajahnya tampak kesal ketika melirik
zein.Bibah lalu mengeluarkan radio dari dalam tas dan menyetelnya lagi keras-
keras. Terdengar suara penyiar yang memberitakan tentang perkembangan
bencana stunami. Bibah menaruh radio di pundaknya, seolah menutupi
wajahnya, lalu berjalan ke dalam rumah. Setiba di depan rumah, bibah berhenti
dan menatap ke arah limah dan zein, lalu mematikan radionya den-gan kasar
dan menghilang ke dalam rumah. Limah dan zein hanya memperhatikan
tingkah bibah. Setelah beberapa saat zein mendekati limah.

Zein ; [ ragu-ragu ] Limah…E…sebetulnya…

Tiba-tiba sayup-sayup dari dalam rumah terdengar suara mak mendendangkan

zein ; Limah?

Limah ; [ sedikit kaget ]. Ada apa bang zein?

Zein ; [ gugup ]. Eh, tak…tak apa-apa… [ seperti teringat sesuatu yang lain ]. Hanya berpikir, barang kali limah rindu mengajar lagi. Di pengungsian sudah di bangun beberapa meunasah, meski dengan tenda.

Limah ; [ tertarik penuh kerinduan ]. Betulkah begitu? ramai anak-anak belajar?

Zein ; [ mengangguk ]. Ya, saya lihat banyak anak pengungsi yang tetap ingin tetap belajar mengaji, kalau limah ingin pergi, saya bisa antar.

Limah ; [ mengangguk tetapi tidak berapa lama wajahnya kembali ragu ]. Saya tak bisa meninggalkan mak meski sekejap. Betapa pun saya ingin.

Zein dan limah masih bertatapan sejenak. Lalu seperti tersadar limah
mengalihkan wajah ke arah lain.

Limah ; Ada yang lain, bang ?

Zein ; Sebetulnya, eh…tidak! maksud saya …saya pamit dulu.

Limah ; Ya, bang. Terima kasih abang sudah mau membantu.

Zein ; Assalamualaikum.

Limah ; Waalaikum salam.

ZEIN OUT STAGE.

Limah berjalan ke arah rumah dan masuk. Bersamaan limah masuk ke rumah,
zein in stage dan memandang ke arah rumah.

BABAK III

Terdengar riuh rendah suara orang, juga teriakan-teriakan serta derap langkah
kaki berlari dan berjalan dengan tergesa-gesa.

LAMPU MENYALA.

Seseorang 1 muncul, melintas dari kiri panggung ke arah kanan panggung
dengan panik, sambil membawa bungkusan besar. Sesampainya di bagian
kanan panggung, seseorang 1 berhenti dan menatap rumah limah. Lalu dengan
cepat seseorang 1 mendatangi rumah limah dan mengedor-gedor pintunya.

Orang 1 ; keluar…cepat keluar! Assalamu alaikum… Cepat keluar!!

Mak membuka pintu, wajahnya heran. Seseorang 1 menengok ke belakang
seperti ketakutan, kemudian dia menyeru mak lebih panik.

Orang 1 ; beu bagah, mak! cepat kemas-kemas!. Pergi …jauh-jauh. Selamatkan diri! Na geumpa! Kabarnya ada geumpa susulan yang besar. Le…mak…lae kaji ek! air akan naik . mak jangan diam saja. Cepat kemas barang-barang mak, bawa semua pergi…cepat! ohh, kita tak ada waktu lagi!

Tiba tiba muncul segerombolan orang dengan bungkusan barang, yang
melangkah cepat cepat. sebagian bahkan berlari. Seseorang 1 menatap orang
orang itu. Wajahnya makin panik.

Orang 2 ; [ kepada seseorang 3 yang berjalan dengan menyeret anaknya ]
Cepat! gendong saja anak itu!

Orang 4 ; lari…. ! ayo lari cepat!

Orang 2 ; tinggal saja barang barang yang tak perlu, cepat!

Orang 1 ; [ menatap mak ] alah mak… kenapa diam?. Kemas kemas mak!kasih tahu yang lain. Tak ada waktu. Gelombang besar bisa datang lagi. Mak harus cepat! [ menatap kepada rombongan yang lewat, bimbang. Lalu lari menyusul ]

Mak ; [ menatap kerumunan orang lewat. Wajahnya berangsur angsur panik dan tampak mulai histeris. Ketika tak ada lagi yang lewat, panik mak memuncak dan berteriak serta bertingkah seperti orang kesakitan ] Aaaaaaaaaaaaa……..Aaaaaaaaaaaaaa……Aaaaaaaaa…

Limah muncul tergopoh gopoh, cepat cepat dia membawa mak duduk di
bangku panjang depan rumah.

Limah ; mak…mak kenapa? ada apa?

Mak ; [ mak terus merontah rontah. Limah memeluk mak ] Aaaa…

Limah ; mak… teunang mak. Mak kenapa?

Mak ; Aaaa…aaaa

Limah ; mak meucap….istifhar mak!

Mak ; Astagfirullah al azhiem……

Bibah ; [ muncul di jendela ] kenapa mak? Kenapa? [ menghilang lalu muncul di pintu rumah ] ada apa Limah?

Limah menggeleng, lalu menuntun mak dan menghilang kedalam rumah. Tak
lama muncul seorang anak muda dengan membawa bungkusan besar. Saking
banyaknya beberapa barang terlepas dari tangan. Bibah menghampiri dan
membantu mengambilkan barang barang si anak muda yang terjatuh.

Bibah ; [ sambil tetap membantu mengangkat barang barang si anak muda dan menaruh dipunggungnya ] ada apa dek? Kelihatannya terburu buru. Dari mana dan Hendak kemana adek ini?

Si anak muda menunjuk nunjuk kearah dari mana dia datang tadi. Wajahnya
kelihatan panik.

Bibah ; dari gampong dekat sini? Banyaknya barang barang yang di bawa! rumoh kamu utuh rupahnya? [ agak sinis ] atau menjarah rumah orang? [ penasaran ] kenapa sendirian saja, apa yang lain sudah berangkat lebih dulu? Ceritakanlah sikit, kenapa kamu terburu buru macam dikejar hantu? Pasti ada sesuatu. Pe na kaba/. Ada kabar apa? Dari siapa kamu dengar?

Si anak muda berhenti sebentar dan menatap Bibah, kemudian sibuk lagi
membereskan barang barangnya yang tercecer. Matanya sesekali menatap
kearah dia muncul. Wajahnya terlihat gelisah.

Bibah ; [ mulai kesal ] heh, kenapa takut? Apa yang kamu lihat?. Memangnya ada apa disana?. Akan ada bahaya lagikah?. Syi peugah!. ngomonglah. Macam tak punya mulut saja kamu ini!

Laki laki setengah baya muncul dari kiri panggung, berjalan dengan tergesa
Gesa, sambil membawa barang barang. Lalu berhenti di dekat si anak muda.

Lelaki ; heh, beu bagah. Cepat ! mau kamu ditelan air? !

Anak muda ; [ menunjuk nunjuk kearah Bibah ] agh..aagh…uagh.

Bibah mengamati tingkah anak muda. Sesaat kemudian, barang barang sianak
muda yang sudah diangkat tadi ditaruhnya dengan sembarangan. Hingga
wajah anak muda hampir tidakkelihatan karena tertutup.

Bibah ; [ mengomel ] ngobrol dong dari tadi kalau gak bisa ngomong1.bikin mulut berbusa saja!.

Anak muda dan lelaki setengah baya cepat cepat berlari kearah kanan
Panggung dan out stage. Bibah memperhatikan mereka sesaat, lalu tergesa
Menuju rumah.

Bibah ; [ berteriak ] Limah. Limah…

Limah ; [ muncul dari pintu ] ada apa, cutda?

Bibah ; [ menghampiri Limah hinggah mereka berhadapan ] ramai orang melintas, Limah. Mereka panik, mereka seperti akan mengungsi. Pasti akan ada gempa dan air yang lebih besar lagi. Kamu rasakan sejak dua hari ini, bumi kembali bergoyang?

Limah ; ya, memang lebih besar sedit dari yang biasa. Tapi tidak sebesar hari itu.

Bibah ; [ membentak ] tapi bisa sajakan semua datang tiba tiba? Lalu bagaimana jika ie raya trok?. air bah datang! apa kita tahu?. Apa kita masih sempat lari? [ panik sambil mondar mandir, lalu kembali menghampiri Limah ] ta jak, Limah! kita harus pergi. Tak bisa lagi tetap disini. Ini gila!

Limah ; tapi mak ingin menuggu cutbang disini. Selain itu mak juga masih terpukul, tak bisa melihat orang banyak berkumpul atau mendengar orang berteriak teriak. Sebaiknya kita menenangkan mak dulu.

Bibah ; kita tak punya waktu! gempa bisa datang kapan saja. Lalu air raya itu… kita harus pergi, Limah! harus. Tak ada waktu lagi.

Limah ; tapi mak….

Bibah ; [ geram ] saya tak perduli lagi. Kita ke Mata ie sekarang. Mak akan pergi kalau kita pergi!

Limah tampak berpikir, lalu kepalanya menggeleng.

Bibah ; [ bibah semakin kesal ] kita harus pergi, Limah! tak aman bertahan disini. Gelombang atau gempa yang hebat, bisa saja datang dan menghancurkan kita. Tak mungkin orang orang itu mengungsi setelah kembali kalau memang tak ada…

Tiba tiba ucapan Bibah berhenti oleh jeritan mak dari dalam. Limah kontan
Berlari masuk kedalam rumah. Bibah juga cepat bergerak mengikuti limah, tapi
Sampai di depan pintu. Bibah mengurungkan niatnya. Bibah tampak bimbang
beberapa saat, antara masuk kerumah atau tetap di luar. Tapi akhirnya Bibah
masuk juga menyusul Limah ke dalam.

LAMPU BLACK OUT

BABAK IV

LAMPU FADE IN [ SUASANA MALAM ]

Terdengar dari dalam suara mak meyenandungkan

Limah ; cutda, neu preh!. tunggu!

NADA LAGU ASAI NANGGROE – RAFLI KANDE. TIDAK DINYAYIKAN KATA
KATANYA.

Bibah muncul di pintu rumah, lalu memandang sekitar. Tidak lama dia berjalan ketengah panggung. Wajahnya tampak gelisah. Ia meraskan betul betul sudah tak tahan lagi tinggal di Kajhu.
Kemudian ia berjalan kekiri panggung, berhenti sebentar, tampak berfikir keras. Tak lama berjalan kedepan panggung, matanya menatap pada tmpukan kayu tempat mak duduk.

Limah muncul didepan pintu. Limah menatap bibah. Merteka berpandangan sebentar. Bibah lalu berjalan masuk ke dalam rumah dengan tergesa gesa. Limah menatap kepergian bibah sekilas. Lalu dia duduk termenung dibangku depan rumah, wajahnya juga gelisah. Kakinya digerak gerakan dan diketuk ketukan kelantai. Ia tampak termenung beberapa lama dan bangkit dari duduknya.terus berjalan ketempat duduk mak yang biasanya. Dan iapun duduk di situ. Matanya menerawang kedepan, gelisah. Dalam hati dia ragu cutbang masih selamat. Kalu cutbang sudah tiada, apakah mereka harus tetap di kajhu? Limah sebetulnya ingin mengajar anak anak di meunasah yang didirikan di pengungsian. Tapi ia juga tak ingin melukai mak.

Sayup sayup terdengar suara anak anak sedang mengaji dari kejahuaan.

Limah bangkit, berdiri sebentar ditempatnya, lalu berjalan pelan dan masuk ke dalam rumah. Suara senandung nada lagu asai Nanggoroe – Rafli Kande masih terdengar lamat lamat.
LAMPU BLACK OUT

BABAK V

LAMPU FADE IN

Terdengar teriakan Limah dari dalam rumah.
Bibah keluar dari rumah dengan tas besar di bahu, lalu dengan cepat duduk
Dibangku depan rumah. Wajah terlihat kesal sekali.

Bibah ; saya sudah tidak bisa menungguh lagi! ini sudah keputusan terakhir.

Limah ; [ muncul dari jendela ] sabarlah cutda. Beberapa hari saja.

Bibah ; beberapa hari terus! saya tidak bisa menungu, limah.

Limah ; [ keluar dari rumah langsung mendekati bibah ] sampai hati cutda meninggalkan adik dan mak? pesan terakhir dari cutbang sebelum pergi, supaya kita terus bersama sama.

Bibah ; itu sebelum Cutbang tahu apa yang terjadi. Kalau Cutbang tahu gampong Kajhu kita sudah tak ada harapan, cutbang pastilah menyuruh kita pergi meninggalkan kajhu juga.

Bibah bangkit dan berjalan ke arah kanan panggung. Limah cepat merebut tas
di tangan bibah, dan menaruhnya di bangku. Bibah ingin mengambilnya lagi,
tapi limah menghalangi langkah bibah. Mereka kini berhadapan.

Limah ; [ keras ] alasan? Cutda hanya ingin cepat menyusul bang nurdin.

Bibah ; lalu apa salahnya dengan itu? apa orang tak boleh memilih hidupnya sendiri? menentukan kebahagiaannya sendiri? kalau kita tak mendapatkannya di sini karena semua orang sibuk dengan urusanya, kenapa kita tak boleh mencarinya di tempat lain? kenapa? ayo jawab, kenapa?

Seseorang dengan muka di tutup, yang menjinjing radio tape besar di
tangannya tiba-tiba muncul dari kiri panggung, dan melintas cepat-cepat menuju kanan panggung, LALU OUT STAGE.
Bibah yang sedang marah, tiba-tiba terdiam. Bibah dan limah memandangi seseorang itu. Tak lama kemudian dua orang dengan tutup di wajah juga muncul membawa TV, dan kardus besar dengan tulisan BANTUAN UNTUK ACEH. Orang-orang itu dengan santai melintas dari kiri panggung, tak memperdulikan kehadiran BIBAH dan LIMAH. BIBAH dan LIMAH memperhatikan orang itu.
Seorang pencuri muncul dari kiri panggung, juga dengan wajah tertutup, dengan mengendap ngendap mendekati bangku dan mengambil tas bibah. Pada saat bersamaan, bibah dan Limah menoleh dan memergokinya. Bibah cepat merebut kembali tasnya, dibantu oleh limah. Akkhirnya terjadi pergumulan memperrebutkan tas.

Bibah ; pencuri… pencuri…

Pencuri itu lalu out stage kearah kanan panggung. Bibah, sambil mendekap tasnya dan napas terengah engah. Bergerak kekanan panggung, seakan hendak mengejar seorang pencuri tersebut.

Bibah ; [ berteriak sambil memaki ] pancuri kureung aja! tak tahu diri! orang susah masih juga mau kalian curi!

Bibah dan limah diam sejenak, nafas keduanya terlihat memburu.

Limah ; cutda bisa seperti orang tadi? masih memikirkan kepentingan diri sendiri dalam kondisi seperti ini? saya tak habis mengerti tingkah orang. Bang zein bilang mayat mayat dijalan terpotong jari dan telinga, perhiasannya diambil. Sungguh tak punya hati.

Bibah ; jangan membesar besarkan masalah! saya tak mencuri apapun, saya hanya ingin bahagia. Tak berhak kah saya menjelang kebahagiaan saya sendiri?

Limah ; tapi tidak dengan meninggalkan mak, tidak dalam kondisi begini. Itu namanya egois!

Bibah ; [ marah teriak teriak ] kamu juga sama egoisnya, Limah. Tak ada yang memedulikan saya disini. Kenapa saya tidak boleh pergi ke Medan bersama bang nurdin? kamu egois limah. Bahkan mak pun egois! [melemparkan tasnya dengan kasar keatas bangku. Kemudian kesana kemari dengan kemarahan yang meluap luap ] kenapa semua orang tidak pedulikan saya? Apa salah saya?. Tak ada lagikah rasa sayang?. Dimana rasa persaudaraan?. Kenapa semua orang sibuk dengan urusannya sendiri sendiri? Hidup macam apa ini… ? jawab!

Limah yang memperhatikan bibah bertingkah seperti orang kalap, hanya memperhatikan saja. Bibah akhirnya berjalan dengan lesu kearah bangku, duduk sambil memeluk tasnya. Bibah lalu menangis.
Zein muncul dari kiri panggung.

Zein ; ada apa? tadi saya seperti mendengar teriak teriakan…

Zein memperhatikan bibah yang sedang menagis sesunggukan. Bibah
menghentikan tangisnya, pandangannya lurus kedepan, tak memperdulikan
zein.

Limah ; [ menatap zein lalu mendekati ] abang dari Takengon?

Zein ; [ mengangguk ]

Limah ; lalu?

Zein ; [ ragu ] saya sudah kesana mencari ketempat tempat dimana mereka bilang pernah melihat abang.

Limah ; [ tak sabar ] lalu? jumpa dengan cutbang? apa kabarnya?. Kenapa tak segera pulang?

Zein ; [ menggeleng ] maafkan saya, limah!

Limah ; maksud abang?

Zein ; [ menatap wajah Limah ]. Saya mencari kemana mana. Bahkan mengejar sampai ke langsa. Tapi saya tak menemukan abang. Tak ada.

Limah ; tapi berita itu?

Zein ; mereka maksudkan orang lain, Limah. Mirip dengan abang. Tapi bukan abangmu. [ menatap Bibah ]. Bibah, ada hal penting yang harus saya beritahukan…

Bibah ; tak perlu, semua sudah jelaskan? Percuma menunggu. Saya tidak bisa menunggu lagi!. [ berdiri dan berjalan cepat ke kanan panggung sambil membawa tas besarnya ]

Limah ; [ bergerak ke arah bibah, berusaha mencegahnya ]. Sutda, jangan pergi. Saya mohon…

Zein ; mau pergi kemana Bibah?

Bibah ; bukan urusanmu saya mau pergi kemana? Apa kalau saya bilang, mau membantu?

Limah ; cutda hendak menyusul Bang Nurdin.

Zein ; Bang Nurdin? Eh… maaf bibah, tapi ada kabar Nurdin sudah berangkat ke Medan.

Bibah ; tidak! bang nurdin tidak mungkin berangkat sendirian, apa lagi tampa memberitahu saya.

Limah ; betulkah itu bang zein?

Zein ; saya memang tidak melihat langsung. Tapi menurut keterangan orang orang yang satu pengungsian, nurdin sudah pergi kemarin.

Bibah ; bohong!. kalian bicara begitu supaya saya tidak pergi. Jangan halangi saya. Awas! saya akan mengadukannya pada bang nurdin kalau bertemu nanti.

Zein ; mungkin kabar itu tidak betul, bibah. Tapi apa jadinya kalu kamu pergi kesana dan nurdin tidak ada?

Limah ; cutda jangan pergi!

Bibah ; [ marah meluap luap ]. Kamu iri pada saya kan, limah? Sebab kalau saya pergi, saya pasti bisa segera menikah dengan bang nurdin. Sementara kalian disini hanya menunggu sesuatu yang tidak jelas. Kalian Cuma iri. Kalian Cuma mementingkan diri kalian sendiri. Kalian yang egois!

Bibah lalu bergerak ke kanan panggung. Tapi baru selangkah mak muncul dari pintu langsung menatap bibah tajam. Bibah terkejud dengan kemunculan mak yang tiba tiba. Bibah lalu menundukkan kepala. Tangannya memeluk tas yang dibawanya.
Limah mendekati mak, mengajak mak duduk. Tapi mak menolak.

Mak ; [ menatap bibah ]. Hana buet seulain ku droe! Tidak ada perbuatan yang mementingkan diri sendiri! tidak ada perbuatan yang lebih egois selain meninggalkan tanah yang sudah memberi kita kehidupan. Tanah ini sudah kehilangan banyak. Haruskah ditambah dengan kehilangan penduduknya satu demi satu? Teuma soe yang tinggal jai bangun? Siapa yang akan tinggal dan menbangun? Orang asingkah? Siapa lagi yang menegakkan sejarah emas aceh?.[ suara emak mulai serak, bercampur tangis ]. Siapa? Jawab…siapa yang akan membangun tanah ini? Siapa?

Mak menatap bangku tempat biasa mak duduk. Mak berjalan mendekat, bersimpuh di sisi bangku, lalu mendendangkan hikayat prang sabi. Suara mak lirih, timbul tenggelam.

Mak ; subhanallah wahdahu wabihamdi khalikul badri wa laili azza wa jalla. Uloen pojoepo sidrope syukoe keu rabbi ya aini keu kamoeneubri beu suci ya robbi aceh mulia.[ Maha suci Allah dan baginya segala puji pencipta siang dan malam. Saya puji tuhan satu syukur untuk rabbi berilah kami kesucian aceh mulia.]

Mak menghebtikan dendangnya. Mak lalu menangis. Setelah reda tangisnya,
Mak menatap lurus jauh kedepan.

Mak ; saat kehilangan laki laki pertama dalam hidup mak, mak mencoba tegar, karena menganggap iru adalah sesuatu yang bias terjadi, toh laki laki itu sudah menurunkan mak seorang laki laki lagi. Juga dua anak perempuan.
Tapi ketika laki laki pemberiannya itu pun harus pergi, membawa semua harapan yang lama mak bangun, mak… mak….[ seperti kehabisan kata kata, kembali meratap ]. Ahh, kemana ombak telah membawa si abang? Mak menuggu disini, sayang. Ditempat yang tak mungkin mak tinggalkan sejak kenangan demi kenangan menyemak. Mak menunggumu. Cuma itu yang bisa mak lakukan. Pulanglah sayang. Pulang. Bukankah setiap pengembara rindu pulang ketanah asal? Mak lah tanah asal itu sebelum kita pulang ke Maha Asal. Pulang Abang…

Mak menangis lagi. Lebih keras dan histeris. Suara mennyayat. Limah menghampiri mak. Lalu mendudukan mak dibangku dan memeluknya. Perlahan tangis mak mereda, dan akhirnya berhenti. Sementara bibah hanya memandangi mak dan limah.

Bibah mencangklong tasnya, memandang mak dan limah sekali lagi, lalu melangkah cepat kearah kanan panggung. Bibah out stage.

Limah dan zein memandang kepergian bibah dengan pasrah. Mak pun hanya menatap kepergian bibah, lalu berdiri dan berjalan tertati kedalam rumah. Limah kemudian tau mak hendak masuk kerumah, cepat menghampiri mak.

Limah ; mak…

Mak diam dan terus masuk. Limah duduk dibangku depan rumah sambil terisak isak.

Zein ;[ ragu mendekat kearah limah ]. Limah… maafkan saya.

Limah ; ini bukan salah bang zein. Soal cutda dia memang sudah lama ingin pergi.[ limah menangis ] . tak apa apa bang. Biarlah saya dan mak tetap menunggu cutbang, belum lagi 40 hari. Setidaknya menuggu memberi harapan, secuil apapun itu.

Zein ; bagaimana dengan dirimu sendiri?

Limah ; maksud abang?

Zein ;[ zein tampak ragu ] saya tahu mungkin waktunya tidak tepat. Tapi pernakah kamu memikirkan dirimu sendiri? Rencana rencana ke depan? Sebetulnya saya… e…. saya sangat….

Limah ; [ memotong ] saya tak punya rencana apapun bang saya hanya memikrkan mak.

Zein ; ya… harusnya say tahu itu. Tak ada tempat buat perkara lain. Tak ada!

Limah ; terima kasih abang sudah banyak membantu saya.

Zein ; saya pamit dulu, limah

Limah ; [ mengangguk ]

Zein ;[ berjalan beberapa langkah, berbalik ] limah, ada yang harus saya sampaikan kepadamu…e….. sebetulnya saya sangat ….e…. saya ingin…

Limah ; saya tahu

Zein ; kamu tahu, limah?

Limah ; [ mengangguk ] abang tak perlu merisaukan kami. Jangan jadi beban kewajiban abang sudah banyak. Banyak yang lebih membutuhkan abang zei. Kami sepenuhnya mengerti.

Zein ; maksud saya… bukan itu sebenarnya….e….

Limah ; [ menghapus air matanya berusaha tegar ] bang, saya dan mak akan baik baik saja.

Zein ; [ putus asa ] baik… ya. Tak ada tempat untuk perkara lain. [ diam beberapa saat ] saya pamit dulu limah.

Zein menatap limah beberapa lama, lalu membalik badan dan pergi. Limah
berjalan mendekati tumpukan kayu tempat mak biasa duduk, lalu limah duduk disana. Lampu fade out, kecuali satu bagian ditempat limah duduk.

Limah ; saat kejadian itu, ketika gempa mengguncang dan menggelombang menerjang, kami semu melihat, betapa tipisnya antara hidup dan mati. Pasti beralasan. DIA mengambil sebagian dari kami, dan kenapa DIA kenapa dia membiarkan sebagian kami tetap hidup. Barangkali supaya ada yang menjadi saksi, begitu lemahnya manusia, begitu kuatnya Yang Kuasa. Begitu tak berartinya segala perhiasan dunia yang kami timbun selama ini. Hanya dalam hitungan detik, semua harta, rumah dan gedung bertingkat, mobil mobil mewah, kapal tersungkur didalam mesjidNYA.

Terdengar lirih lagu BUNGONG JEUMPA

Limah ; akan halnya cutbang, jika memang DIA sudah memanggilnya, maka kami ikhlas, tapi jika cutbang masih hidup , dan ada dari kalian yang melihatnya, tolong…tolong….sampaikan pada cutbang, kami menunggunya di kajhu, bagian dari tanah serambi mekkah yang cutbang cintai. Soal bahaya, saya percayua, kalau memang belum ajal., ditengah lautpun kita tak akan mati. Tapi kalu sudah ajal, lari kegunung pun kita tetap akan mati.

Terdengar lirih lagu BUNGONG JEUMPA
Black out.

tamat.

Diketik ulang oleh yunni bisma.
Untuk pementasan teater ras.
Slipi, 12 rabiul awal 1429 h / 20 maret 2008

Published in: on 17 Juni 2009 at 09:39  Tinggalkan sebuah Komentar  

The URI to TrackBack this entry is: https://duniasenikita.wordpress.com/2009/06/17/naskah-drama-preh/trackback/

RSS feed for comments on this post.

Tinggalkan komentar